Aqidah Islamiyah

Penyusun Artikel : Alfi


Aqidah sangatlah penting bagi setiap indipidu muslim untuk membangun islam jadi sebuah bangunan yang megah agar bisa di singgahi
Aqidah itu seperti pondasi dalam bangunan, seperti akar dalam pohon, dan sebagai wadah untuk menampung amaliyyah ibadah kita
 Oleh karena itu, kami disini akan membahas mengenai pengertian akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah beserta penjelasannya.


A.     MUQODIMAH
Keajaiban alam semesta
Bumi, langit dan seluruh alam semesta beserta isinya telah diciptakan oleh Allah SWT. Kemudian semua itu telah diatur dan dipelihara oleh-Nya. Dari dulu hingga sekarang, bumi tetap pada posisinya yang ideal. Andaikan terlalu dekat ke matahari seperti venus, niscaya tidak aka nada kehidupan di dalamnya karena bumi terlalu panas dan beracun. Andaikan terlalu jauh seperti mars, niscaya tidak akan ada yang hidup karena terlalu dingin dan tidak beroksigen. Dan anehnya bumi tetap melayang pada posisinya.
Begitu juga planet-planet dan bintang-bintang. Semuanya berputar pada garis edarnya. Tidak ada yang bertabrakan. Tidak ada kehancuran. Kecuali meteor atau bintang yang sudah habis masanya. Dan itu pun tidak mempengaruhi system alam semesta. Kalaulah itu semua karena gravitasi, lalu dari manakah gravitasi itu ? semua menyimpulkan adanya peran Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa yang mengatur dan memelihara alam semesta.
Dan masih banyak lagi phenomena-penomena yang terjadi di alam semesta ini. Termasuk di bumi ini, misalnya phenomena munculnya hujan dan petir. Dan bahkan pada diri kita sendiri. Siapakah yang bias menerangkan bagaimana jantung yang ada di dada kita dapat berdenyut tanpa kita suruh ?
Lalu, apa yang akan terjadi bila Tuhan lebih dari satu ? apa yang akan terjadi apabila ada dua tuhan saja yang mengatur alam semesta. Tentula dunia ini sudah hancur sejak dulu.
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ

B.      PENGERTIAN AQIDAH
a.      Menurut Bahasa
     ikatan yang terjadi antara dua belah pihak sebagaimana ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur’an.
1.      Menunjukan adanya ikatan antara dua belah pihak dimana satu sama lainnya saling menerima. Qs. 2:225
2.      Janji dua pihak yang berkonsekuensi untuk ditunaikan. Qs. 5:1
3.      Ikatan yang dilakukan secara sadar dan deklaratif. Qs. 5:89
4.      Ikatan-ikatan yang terdiri dari beberapa unsur demi tujuan tersebut. Qs.  113:4
b.      Menurut Istilah
Yaitu ikatan yang terjadi antara dua belah pihak yang diikrarkan secara sadar dan deklaratif dengan beberapa unsur yang harus dipenuhi dan ditunaikan untuk mencapai tujuan tertentu.

C.      URGENSI AQIDAH ISLAMIYAH DALAM KEHIDUPAN
Islam ibarat sebuah bangunan, sedangkan aqidah merupakan dasar atau pondasi yang urgen (penting) bagi berdirinya bangunan Islam secara keseluruhan. Kuat lemahnya bangunan tergantung pada pondasinya. Meskipun bangunan itu terbuat dari beton, namun jika pondasinya terbuat dari kayu-kayu yang rapuh, maka bangunan yang kuat tadi akan menjadi bangunan yang mudah roboh. Sehingga semakin besar suatu bangunan, maka semakin membutuhkan pondasi yang kuat dan menghujam ke bumi. Hal lain yang dapat dipetik dari hakikat ini adalah kita harus membangun pondasi (asas) terlebih dahulu sebelum mendirikan bangunan. Akidah yang kuat diumpamakan sebuah pohon yang baik yaitu akarnya menghujam ke bumi, cabangnya menjulang ke langit, berdiri kukuh, tidak mudah tergoyahkan meskipun diterjang oleh badai, dan pohon itu memberikan buah yang ranum lagi menyenangkan. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Ibrohim ayat 24-25.
Kekuatan akidah seperti itu akan memancar dari sikap hidup dan prilaku pemiliknya. Semua mala perbuatannya berasas dan berasal dari akidah islam yang merupakan pantulan sinar keimanan dan aplikasi yang nyata atas keyakinan “لااله الاالله “.  Sedangkan setiap perbuatan yang tidak bersumber dari akidah Islam, maka tidak akan bernilai dan sia-sia belaka. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Anfal : 35.
Berikut ini adalah beberapa pentingnya akidah islam dalam kehidupan seorang Muslim :

1.      Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.
Sifat itu timbul karena keimanan yang sebenar-benarnya kepada Allah, sehinggaakan memberikan kemantapan dalam jiwa seseorang bahwa hanya Allah sajalah yang Maha Kuasa untuk member kehidupan, mendatangkan kematian, memberikan ketinggian kedudukan, menurunkan dari pangkat yang tinggi, juga hanya Dia-lah yang dapat memberikan kemudaratan dan kemanfaatan kepada seorang manusia. Selain-Nya tidak ada yang dapat melakukannya. Firman Allah Surat Al-A’rof : 188
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
Dengan Islam maka segala macam penghambaan haruslah dilenyapkan, sedang sebagai gantinya harus dikembangkan kemerdekaan setiap orang dari kungkungan dan belenggu. Hanya kepada Allah lah kita pantas untuk tunduk dan patuh, bukan kepada orang atau makhluk lain.

2.      Menumbuhkan jiwa keberanian dan keteguhan untuk membela kebenaran.
Kematian sksn disnggsp tidsk berharga sama sekali, diremehkan, bahkan sebaliknya justru akan dicari secara syahid demi menuntut tegaknya keadilan dan kejujuran serta kebenaran.
Apa sebabnya jiwa keberanian itu timbul ? sebabnya ialah karena keimanan mengajarkan bahwa yang kuasa memberikan umur itu tidak ada selain Allah. Umur tidak akan berkurang disebabkan manusia menjadi berani dan terus maju, tetapi tidak pula akan bertambah dengan adanya sikap pengecut dan licik. Allah berfirman dalam surat Ali Imron : 145
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

3.      Ketenangan atau tuma’ninah
Yang dimaksud tuma’ninah adalah ketenangan hati dan ketentraman jiwa sebagai bekas dari adanya keimanan yang mendalam.
Jikalau hati sudah tenang dan jiwa tentram maka kita akan merasakan kelezatan beristirahat, juga keni’matan keyakinan dalam kalbu. Disamping itu ia akan sanggup menanggung segala kesukaran dan kesengsaraan dengan sikap berani, ia akan tabah menghadapi bahaya besar sebesar apapun. Sementara itu ia akan meyakinkan pula bahwa pertolongan Allah pasti akan diulurkan untuknya, karena hanya Dialah yang Maha Kuasa untuk membuka segala pintu yang tertutup dan mendobrak segala jendela yang terkunci. Dengan kepercayaan yang sedemikian ini maka ia tidak mungkin akan dihinggapi oleh kesedihan, penyesalan, ataupun hendak mundur ke belakang, apalagi keputusasaan. Sifat ini sama sekali tidak terdapat dalam kamus kalbunya. Alloh berfirman dalam Surat Al-Baqoroh : 257
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

4.      Keyakinan bahwa rizki adalah pemberian dari Alloh.
Keimanan akan menimbulkan keyakinan yang sesungguhnya bahwa hanya Alloh jualah yang Maha Kuasa member rizki, juga bahwa rizki itu tidak dapat dicapai karena kerakusan orang yang bersifat tamak dan tidak dapat ditolak oleh keengganan orang yang tidak menyukainya. Sebagaimana firman Alloh QS Hud : 6.

D.     MACAM-MACAM AQIDAH
Aqidah menurut definisinya secara otomatis akan memiliki konsekuensi logis terhadap nilai benar dan salah. Dengan pola seperti ini berarti aqidah hanya akan terdiri dari dua macam, aqidah yang benar dan aqidah yang salah[1]. Dapat disebut benar sebuah aqidah apabila aqidah tersebut dipahami secara utuh dan konsisten dalam pelaksanaan sesuai rujukan utamanya, dan atau ketika aqidah tersebut secara jelas dan tegas bertentangan dengan aqidah lainnya secara diametral atau dapat disebut aqidah ini memiliki daya furqan. Sedangkan aqidah yang salah dapat dikatakan apabila aqidah tersebut tidak utuh dan tidak konsisten dalam pelaksanaannya sesuai dengan rujukan utamanya, dan atau ketika aqidah tersebut tidak memiliki ketegasan  dengan aqidah lainnya secara nyata. Jika ada sikap atau upaya untuk mengkompromikan dua aqidah yang saling bertentangan, hal tersebut akan sia-sia, karena hasilnya akan tetap digolongkan kepada aqidah yang bernilai salah. Karena bagaimanapun tidak ada jalan ketiga dalam aqidah. Aqidah hanya mengenal benar atau salah, kanan atau kiri, putih atau hitam[2].
Berdasarkan asal sumbernya, aqidah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu aqidah islamiyyah dan aqidah jahiliyyah. Keduanya memiliki karakter masing-masing yang saling bertentangan satu sama lainnya.

E.      KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAMIYYAH DAN AQIDAH JAHILIYYAH
a.      Akidah Islamiyyah
Penamaan bagi aqidah yang benar dengan sebutan aqidah islamiyyah berlandaskan pada pemahaman makna kata aslama yang mengandung arti ketundukan/kepatuhan, total/paripurna, dan keselamatan/ kedamaian. Dari beberapa arti tersebut bila kata islamiyyah, sebagai derivasi dari kata aslama, disandingkan dengan kata aqidah maka dapat disimpulkan bahwa aqidah islamiyyah merupakan aqidah yang diyakini dan dilaksanakan dengan ketundukan/kepatuhan secara totalitas/paripurna demi tercapainya keselamatan/kedamaian[3].
Pemahaman secara kebahasaan di atas sejalan dan diperkuat dengan pemaparan Qs. al-Baqarah [2]: 130-136 yang menggambarkan bahwa agama para rasulullah yang diutus oleh Allah swt adalah Islam. Meskipun dalam Qs. al-Ma`idah [5]: 48 dikatakan secara syir’ah dan minhaj-nya berbeda antara rasul yang satu dengan rasul lainnya tetapi secara prinsip semuanya menyiarkan agama Islam dengan inti ajaran tauhidullah. Hal ini jangan dijadikan sebagai alasan untuk membedakan perlakuan kepada para rasulullah tersebut. Karena bagaimanapun para rasulullah adalah figur terbaik pada jamannya yang bertugas menyeru kepada yang haq, sedangkan syir’ah dan minhaj para rasul tersebut disesuaikan dengan jamannya masing-masing. Tetapi sebagai generasi penerus diwajibkan untuk menyatakan sebagaimana yang tercantum dalam Qs. al-Baqarah [2]: 285-286. Bahkan Rasulullah Muhammad saw sendiri menegaskan bahwa beliau adalah bagian terakhir dari rangkaian para rasulullah yang diutus oleh Allah swt. Hal ini terlihat dari analogi yang dibuat oleh Muhammad saw bahwa dirinya hanyalah sebuah batu bata yang melengkapi bangunan yang sudah ada demi utuhnya dan indahnya bangunan tersebut.
Pada akhirnya secara istilah aqidah islamiyyah dapatlah kiranya dimaknai sebagai aqidah yang bersumber dari Allah swt sebagai figur sentral yang diserukan melalui para hamba pilihan (Rasul dan Uli al-Amr) kepada manusia melalui bay’at untuk secara tunduk dan patuh menegakkan tauhidullah yang berlandaskan pada ilmu yang haq serta dilaksanakan secara totalitas dalam sebuah jamaah yang dikelola dengan menggunakan manajemen syukur guna memperoleh mardhatillah berupa keselamatan dan kedamaian surga dunia dan akhirat.
Agar dapat menilai dan memahami posisi kita dalam ber-aqidah islamiyyah, haruslah terlebih dahulu memahami beberapa unsur yang terdapat didalamnya yang akan mengantarkan pada pemahaman yang benar. Beberapa unsur yang patut dipahami antara lain:
1.      Allah
Kata kunci dalam aqidah islamiyyah yang menjadi pusat dari segala pembahasan adalah ketauhidan kepada Allah swt. Dalam pandangan aqidah islamiyyah segala sesuatu tidak dapat dilepaskan dari makna relasional Allah swt. Karena bagaimanapun Allah swt adalah figur sentral dari tauhid. Segala pola hidup haruslah senantiasa diukur dengan ismullah, sehingga setiap gerak langkah dalam kehidupan ini tidak terlepas dari koridor ketaatan kepada Allah swt.
Untuk lebih memudahkan pemahaman dasar terhadap kedudukan Allah swt dalam kehidupan manusia, salah satunya dengan cara mengenal Allah swt sebagai:
·         لاَ مَطْلُوْبَ إِلاَّ اللهِ artinya tidak ada yang dicari, diharapkan dan diperlukan dalam hidup ini, kecuali rahmat dan ridha Allah. Aqidah islamiyyah dibangun dengan tujuan meraih keridhaan Allah swt sebagaimana Qs. al-Baqarah [2]: 207, namun hanya sebagian orang saja yang hidupnya senantiasa mencari mardhatillah. Mereka inilah orang-orang beriman yang ber-Islam secara totalitas dan sekali-kali tidak mengikuti arahan-arahan syetan. Arah dan sikap bagi sebagian orang  ini tidaklah bercabang, melainkan hanya satu yaitu  mardhatillah. Apapun godaannya tidak akan merubah kiblat perjuangan.[4]
·         لاَ مَقْصُوْدَ إِلاَّ اللهِ artinya tidak ada yang dituju dalam hidup ini, kecuali hanya melaksanakan tugas Ilahi membina lembaga Madinah serta melaksanakan hukum-hukum Allah. Iqamah al-din ini merupakan tugas berkesinambungan dari semenjak dahulu kala hingga hari akhir nanti, tugas yang berat tapi suci yang diemban oleh hamba-hamba Allah terpilih sebagaimana ditegaskan dalam Qs. al-Syura` [42]: 13. Dikatakan sebagai tugas berat tapi suci karena penegakannya mendapatkan tantangan dan perlawanan sengit dari kaum musyrikin musuh-musuh Allah sehingga dengan derasnya tantangan tersebut tidak sedikit di antara mereka yang berguguran, terpental dari medan juang ini. Dengan demikian perlawanan ini menjadi bukti bahwa apa yang didakwahkan adalah kebenaran karena adanya kesesuaian dengan sunnnatullah dan sunnah al-rasul. Sedangkan suci karena sejatinya kita sedang berkhidmat kepada Allah swt.
·         لاَ مَعْبُوْدَ إِلاَّ اللهِ artinya tidak ada yang wajib diibadahi dengan haq dalam hidup ini, melainkan Allah, mensucikan iman dan tauhid dari setiap khurafat, tahayyul faham watsaniyyah dan kepercayaan jahiliyyah.[5] Dengan kata lain ungkapan di atas dapat dipahami bahwasanya tidak ada ibadah dalam hidup ini melainkan hanya dengan melaksanakan program-program dan ketetapan Allah swt, ketetapan Rasulullah saw dan ketetapan Uli al-amri. Pelaksanaan program sebagai wujud nyata amal shalih seorang hamba terhadap Rabbnya.
·         لاَ مَوْجُوْدَ إِلاَّ اللهِ artinya tidak ada yang diwujudkan dalam hidup ini, kecuali (din) Allah. Tiada sesuatu yang wujud mutlak melainkan hanya Allah belaka, Ia-lah Dzat yang wajibul wujud. Ungkapan tersebut dapat diterjemahkan dengan terwujudnya mulkiyyatullah di muka bumi.
Keyakinan sebagaimana dijelaskan di atas akan memberikan makna dan wujud sebagai berikut:
1)      Sanggup dan mampu melaksanakan setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya, tanpa kecuali dan tanpa tawar-menawar;
2)      Mendahulukan dan mengutamakan pelaksanaan perintah-perintah Allah, daripada sesuatu di luarnya; dan
3)      Mendasarkan setiap tingkah laku dan amalnya atas Wahdaniyat Allah, tegasnya atas Tauhid sejati, dan tidak atas alasan, pertimbangan dan dalil apapun, melainkan hanya berdasarkan khalishan-mukhlishan semata, atau dengan kata lain: “Allah minded 100%”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sirah Ar Rosul (Sejarah Perjuangan Rosul)

Pengertian Aqidah Islamiyyah